Home Featured Covid19 dan Sikap Sebagai Seorang Muslim

Covid19 dan Sikap Sebagai Seorang Muslim

0
Covid19 dan Sikap Sebagai Seorang Muslim
Sumber: EFE.com

Bismillahirrahmanirrahim, innalhamdalillah, wassholatuwassalam ‘alaa sayyidina Muhammad wa ‘alaa alihi wa shohbihi wasalam. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam, yang selalu memberikan kasih dan sayangnya kepada kita hamba-hambanya yang mudah-mudahan selalu berusaha untuk terus meningkatkan ketakwaan dan keimanan kita. Sholawat dan salam mari kita tujukan kepada Rasullullah, Muhammad, junjungan dan suri tauladan kita semua. Semoga kita bisa mendapatkan syafa’atnya di hari akhir kelak.

Sebagaimana yang sudah kita tahu bahwa masa sekarang ini merupakan masa yang cukup sulit bagi kita umat manusia. Kita sedang terkena suatu musibah global, yaitu pandemi Covid19. Dari berita-berita yang sampe saat ini beredar, virus ini telah menginfeksi lebih dari 10 juta orang dan menyebabkan kematian hingga 500 ribu jiwa. Virus ini telah menyebar ke 213 negara di dunia sehingga WHO mengeluarkan status pendemi untuk penyakit ini pada 11 Maret yang lalu. Sifat penyebaran virus dari penyakit Covid19 ini bisa dibilang sangat dahsyat dan gejala yang ditimbulkannya pun sangat unik. Untuk rentang usia dibawah 50 tahun, gejala yang ditimbulkan bisa dimulai dari tidak ada gejala sama sekali hingga menyebabkan kematian mendadak. Sedangkan gejala pada pasien dengan usia 50 tahun ke atas, gejala yang dialami mulai dari gejala ringan hingga kematian. Pada awal penemuannya, virus ini diketahui menyerang organ pernapasan. Kebanyakan pasien yang terinfeksi oleh virus ini, maka biasanya akan menunjukkan gejala panas tinggi dan sesak napas dan batuk kering. Biasanya bila gejala sudah cukup parah, maka perawatannya akan menggunakan alat bantu napas yang biasa disebut dengan ventilator. Namun seiring penelitian terhadap virus ini, ditemukan beberapa mutasi yang terjadi sehingga virus ini juga ditemukan pada selaput otak.

Sudah kurang lebih enam bulan dari penemuan virus ini ditemukan di kota Wuhan, Republik Rakyat Cina. Banyak penelitian-penelitian yang dilakukan untuk menemukan obat yang bisa digunakan dalam proses perawatan pasien, dan yang paling utama yaitu penemuan vaksin yang bisa membantu melawan virus ini di tubuh manusia, sehingga virus ini bisa dikontrol seperti virus-virus lainnya yang sudah lebih dulu merebak di masyarakat. Namun menurut pendapat para ekspert dibidang kesehatan dan virus, paling cepat vaksin baru bisa digunakan kurang lebih 1 atau 2 tahun ke depan. Selama menunggu para peneliti untuk menemukan vaksin dan obat untuk perawatan, berbagai cara telah dilakukan demi menahan penyebaran virus ini lebih jauh lagi. Beberapa hal yang bisa kita lakukan yaitu dengan menjaga kebersihan tubuh terutama tangan dengan sering-sering mencuci tangan menggunakan sabun selama kurang lebih 30 detik, kemudian sedia handsanitizer setiap keluar rumah kalo-kalo tidak menemukan tempat mencuci tangan yang baik. Selain itu pakailah masker setiap berpergian. Ini menjadi suatu hal yang penting selain dari menjaga jarak kurang lebih dua meter antar individu guna menghindari kontak langsung dan erat. Kewajiban memakai masker di kendaraan umum sudah dicanangkan oelh pemerintah Korea semenjak pertengahan Mei yang lalu. Apabila ada yang tidak memakai masker, maka supir kendaraan atau petugas terkait akan melarang untuk masuk. Kemudian hindari keramaian dan kegiatan-kegiatan di ruangan tertutup. Dari beberapa laporan kasus positif di Korea Selatan, penyebaran paling cepat itu terjadi pada ruangan tertutup, maka pemerintah menghimbau untuk membuka ventilasi udara setiap saat agar terjadi pertukaran udara dari dalam ke luar. Hingga saat ini Korea Selatan masih terus berjuang untuk meurunkan angka positif yang masih terus naik turun dengan rata-rata kasus sekitar 50 kasus per hari.

Semua himbauan di atas merupakan salah satu bentuk ikhtiar yang dilakukan manusia terlepas dari apa agama yang dianut. Sebagai contoh, beberapa waktu yang lalu, Arab Saudi menutup Kota Makkah terutama Masjidil Haram dari kujungan ibadah yang melibatkan banyak orang seperti umrah dalam beberapa periode. Kemudian dibuka kembali perlahan-lahan dengan berbagai himbauan demi mencegah penyebaran virus di sekitaran Ka’bah. Hal seperti ini sebetulnya juga menjadi anjuran baginda Rasulullah Saw mengenai wabah dan penyakit. Meskipun ikhtiar-ikhtiar tersebut terkesan membuat kita meninggalkan ibadah, namun para alim ulama dengan segala macam keilmuannya merumuskan fatwa yang baiknya kita ikuti. Sebagai seorang muslim, selain berpedoman kepada Al-Quran dan Sunnah, kita juga dituntut untuk mendengarkan ijtihad para ulama yang dikeluarkan dalam suatu produk yang biasa disebut dengan fatwa. Namun dalam hal ini, pasti ada juga ulama yang mengeluarkan pendapat yang berbeda, sehingga kita bisa memilih pendapat mana yang sesuai dengan kondisi kita saat ini. Adapun di Indonesia, sejauh info yang saya tahu, MUI telah mengeluarkan beberapa rumusan fatwa terkait pelaksanaan ibadah ditengah pandemi Covid19 yang tengah berlangsung, salah satunya yaitu Fatwa MUI Nomor 14 Tahun 2020.

Fatwa yang telah dibuat oleh Majelis Ulama Indonesia, sebagai perwakilan dari persatuan ulama seluruh Indonesia dan rujukan sumber hukum Islam di Nusantara, menghimbau penundaan shalat berjamaah di masjid terutama sholat Jum’at yang sifatnya wajib bagi laki-laki di area-area yang terdampak Covid19 cukup parah. Untuk hal ini, setiap muslim diwajibkan untuk mengganti sholat jumat dengan sholat zuhur dikediamannya masing-masing. Sedangkan bagi daerah yang masih dalam situasi kondusif, pengawasan ketat pada kegiatan sholat Jum’at dan berjamaah di masjid menjadi suatu kewajban bagi setiap individu muslim. Beberapa langkah yang perlu diperhatikan adalah dengan membawa sajadah sendiri, tidak melakukan kontak langsung, serta selalu mencuci tangan dengan sabun sebelum/setelah berangkat ke masjid. Langkah-langkah ikhtiar tersebut telah dirancang sedemikian rupa dengan mempertimbangkan segala aspek mulai dari sisi syariat ibadah maupun muamalah (hubungan sosial antar manusia). Jadi sebagai seorang muslim yang baik, kita mestinya berusaha untuk mengikuti himbauan dari fatwa tersebut. Karena sesungguhnya setiap fatwa hasil dari ijtihad yang dibuat oleh para ulama kita telah melalui berbagai macam kajian ilmu syariat.

Namun, dari beberapa info yang juga beredar di masyarakat, kita masih melihat ada saja sekelompok orang yang terkesan tidak mengindahkan himbauan tersebut meski sumbernya sudah sangat jelas yaitu dari MUI Pusat. Hal ini berdampak kurang baik bagi sebagian orang awam yang memang tidak tahu menahu mengenai kondisi Covid19 secara detil. Sebagaimana yang telah disampaikan sebelumnya, Covid19 ini merupakan penyakit (wabah) baru yang masih belum bisa dikontrol. Sehingga ada baiknya kita berusaha sebaik mungkin agar tidak terlular ataupun menularkan orang lain. Dari hasil diskusi beberapa kawan yang memang berkecimpung di dunia medis dan juga informasi dari beberapa portal berita mengenai pendapat para ekspert di bidang kesehatan, mereka memberikan suatu pendapat menarik tentang pola pikir yang seharusnya dimiliki setiap individu dalam menyikapi Covid19 ini. Yaitu berpikirlah bahwa kita adalah pembawa virus yang bisa menularkan orang-orang disekitar kita. Menurut data yang didapat dari pusat penanganan wabah Korea Selatan, dikatakan bahwa 30% pasien positif di Korea Selatan itu tidak menunjukan gejala/telat menunjukkan gejala hingga beberapa hari setelah infeksi. Ditambah lagi usia 29 tahun ke bawah yang kebanyakan tidak berpotensi mengalami gejala berat hingga kematian jika terinfeksi virus dari penyakit Covid19 ini. Artinya, kita sangat mungkin berpotensi menjadi pembawa virus tanpa merasakan efek yang ditimbulkan oleh virus tersebut. Sehingga pola pikir bahwa “takutlah menularkan orang lain” menjadi satu hal yang penting terutama bagi kalangan usia 20-40 tahun yang memilliki tingkat mobilisasi cukup tinggi diantara kalangan usia lainnya.

Sebagai seorang muslim, meski kita berpikir bahwa himbauan yang dikeluarkan mungkin tidak sesuai dengan pendapat kita mengenai tidak bolehnya sholat berjamaah di masjid, tapi kita bisa melihat himbauan tersebut dengan sudut pandang lain. Jika kita berpikir bahwa tidak sholat di masjid berlawanan dengan kebiasaan kita dan bisa mengurangi pahala kita, maka mari coba berpikir bahwa dengan tidak sholat di masjid kita bisa menyelamatkan jiwa orang lain dan juga keluarga kita di rumah terutama orang tua. Dalam suatu hadits dari Abdullah bin ‘Amru. Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasalam bersabda,  “Seorang muslim adalah orang yang kaum Muslimin selamat dari lisan dan tangannya, dan seorang Muhajir adalah orang yang meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah” (Shahih Bukhari). Hadits tersebut menyampaikan kepada kita bahwa hendaklah seorang muslim itu selalu menjaga hubungan baik dengan muslim lainnya dan tidak “mencelakai” dengan ucapan dan perbuatannya. Dengan berpegangan pada hadits tersebut, maka saya yakin banyak orang akan memahami dan mengindahkan fatwa yang dikeluarkan oleh MUI pusat. Karena menjadi seorang muslim sejatinya harus manjadi penyebar kebaikan bagi semesta alam, bukan malah menyebarkan keburukan dengan sikap arogan diri kita. Boleh jadi pahala yang didapat dari sholat berjamaah akan berkurang, tapi pahala dari berbuat baik dengan sesame muslim lainnya bisa kita dapatkan. Wallahu’lam.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here