Bayan I’tikaf dan Shalat Ied di Masa Wabah

BAYAN

DEWAN SYARI’AH PUSAT PARTAI KEADILAN SEJAHTERA TENTANG

I’TIKAF DAN SHALAT IED DI MASA WABAH

NOMOR : 76/B/DSP-PKS/2020

Itikaf dan shalat Ied merupakan dua ibadah yang disyariatkan dan sangat ditekankan oleh Nabi SAW. Terkait dengan i’tikaf, sejak menetap di Madinah sampai wafat, Nabi saw selalu melakukannya terutama di sepuluh hari terakhir Ramadhan. Lalu diikuti oleh para isteri beliau. Adapun terkait dengan shalat Ied, Nabi SAW menyuruh kaum muslimin, bahkan para wanita yang sedang “berhalangan” sekalipun untuk keluar menuju tempat shalat ied.

Semua ini menunjukkan bahwa I’tikaf dan Shalat Ied merupakan dua ibadah penting. Hanya saja tata cara pelaksanaannya di masa wabah seperti sekarang, harus disesuaikan sebagaimana penjelasan sebagai berikut:

I’TIKAF

  • Para ulama sepakat bahwa rukun i’tikaf ada dua: (1) niat taqarrub kepada Allah dan (2) berdiam di masjid. Hal ini sebagaimana bunyi firman Allah,

وَلَا تُبَٰشِرُوهُنَّ وَأَنتُمْ عَٰكِفُونَ فِى ٱلْمَسَٰجِدِ

“Janganlah kalian mencampuri mereka (istri) dalam kondisi kalian sedang melakukan i’tikaf di masjid”  (QS al-Baqarah: 187).

  • Menurut jumhur ulama kedua rukun tersebut berlaku bagi siapapun yang hendak beri’tikaf baik bagi laki-laki maupun bagi wanita. Sehingga tidak sah beri’tikaf di tempat selain masjid.

 حقيقة الاعتكاف المكث في المسجد بنية التقرب إلى الله تعالى ، فلو لم يقع المكث في المسجد أو لم تحدث نية الطاعة لا ينعقد الاعتكاف

“Hakikat dari I’tikaf adalah berdiam di masjid dengan niat taqarrub ilallah Ta’ala. Seandainya tidak berdiam di masjid atau tidak ada niat melaksanakan ketaatan, maka tidak sah disebut i’tikaf .” (Fiqhus Sunnah, 1/477.

  • Namun demikian, terdapat pandangan lain dari kalangan Hanafi bahwa bagi wanita tempat i’tikaf yang lebih utama adalah masjid rumahnya; bukan masjid jami. Alasan mereka karena tempat shalat wanita adalah rumahnya (lihat al-Mausu’ah 37/213).
  • Pendapat berbeda juga disampaikan oleh sebagian kalangan Maliki dan Syafii bahwa i’tikaf baik bagi laki-laki mapun wanita bisa dilakukan di mana saja, tidak harus di masjid. (Lihat Syarh az Zurqani ‘alal Muwaththa’, 2/306). Hanya saja pendapat ini lemah mengingat Nabi saw dan para isteri beliau selalu beri’tikaf di masjid.
  • Akan tetapi, dalam kondisi tingkat penyebaran wabah Covid-19 masih tinggi seperti sekarang, maka melakukan i’tikaf di masjid-masjid yang berada di wilayah zona merah sangat tidak dianjurkan. Pasalnya, agama melarang tindakan yang bisa membahayakan keselamatan diri dan orang lain.

وَلَا تُلْقُوا۟ بِأَيْدِيكُمْ إِلَى ٱلتَّهْلُكَةِ

“Dan janganlah kamu menjatuhkan diri sendiri ke dalam kebinasaan” (QS al-Baqarah: 195).

لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ

“Tidak boleh melakukan sesuatu yang membahayakan diri sendiri ataupun orang lain”(HR Imam Ahmad).

  • Sebagai gantinya, dapat memilih pendapat kedua–meskipun lemah—yang membolehkan beri’tikaf di rumah. Karena inilah yang lebih memungkinkan untuk dilakukan dan lebih mendatangkan maslahat.

مَا خُيِّرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ أَمْرَيْنِ إِلَّا أَخَذَ أَيْسَرَهُمَا مَا لَمْ يَكُنْ إِثْمًا ، فَإِنْ كَانَ إِثْمًا كَانَ أَبْعَدَ النَّاسِ مِنْهُ

“Tidaklah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dihadapkan pada dua pilihan melainkan dia akan memilih paling ringan di antara keduanya, selama itu tidak berdosa, jika itu berdosa maka beliau adalah manusia paling jauh darinya.” (HR. Bukhari)

Meskipun dilakukan di rumah, agar tetap mendapat pahala I’tikaf, terdapat sejumlah hal yang harus diperhatikan:

1. Memasang niat dan tekad untuk beri’tikaf seperti yang biasa dilakukan di tahun- tahun sebelumnya.

 نيَّةُالْمْؤمِن َخْيرمن َعمله

“Niat seorang mukmin lebih baik dari pada amalnya.” (HR. Ath Thabarani).

 مَن هَمَّ بحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْها، كُتِبَتْ له حَسَنَةً،

“Siapa yang berhasrat melakukan kebaikan lalu dia belum mengerjakannya maka dicatat baginya satu kebaikan. “ (HR Muslim).

2. Membuat atau menetapkan satu lokasi khusus di dalam rumah sebagai tempat untuk melakukan ibadah sampai akhir Ramadhan.

3. Mengisi waktu di tempat tersebut terutama di sepuluh hari terakhir Ramadhan dengan memperbanyak shalat, tilawah, zikir, doa, dan munajat.

Dalam menghidupkan sepuluh hari terakhir Ramadhan, hendaknya mengajak keluarga untuk ikut serta dalam melakukan ibadah.

كانَ رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم إذا دَخَل العَشْرُ أحْيَا اللَّيلَ، وأيْقظَ أهلَه، وجَدَّ، وشَدَّ المئزَرَ

”Bila telah memasuki sepuluh (terakhir dari bulan Ramadhan), biasanya Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menghidupkan malamnya, membangunkan keluarganya, lebih bersungguh- sungguh dan mengencangkan sarungnya.” (HR. Muslim).

SHALAT IED

o Pada prinsipnya shalat Ied disunnahkan untuk dilakukan di tanah lapang atau di masjid bersama dengan sebagian besar kaum muslimin sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi saw, para sahabat, dan salafus saleh.

o Namun dalam kondisi khusus, apalagi pada saat sedang terjadi wabah, pelaksanaannya bisa dilakukan di rumah.

Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah mengatakan:

 تصح صلاة العيد من الرجال والنساء مسافرين كانوا أو مقيمين جماعة أو منفردين، في البيت أو في المسجد أو في المصل

“Shalat Id itu sah dilakukan oleh pria, wanita, musafir, mereka yang muqim, baik secara berjamaah maupun sendiri, baik di masjid, di rumah, atau di lapangan.”(Fiqhus Sunnah, )1/321

o Tata Cara Pelaksanaannya sebagai berikut:

1. Shalat Ied bisa dilakukan secara sendirian ataupun berjamaah.

2. Dilakukan sebanyak dua rakaat.

3. Disunnahkan melakukan takbir zawaid. Yaitu tujuh kali takbir di rakaat pertama sesudah takbiratul ihram, dan lima kali takbir di rakaat kedua sesudah takbir bangkit dari sujud. Jika hal itu tidak dilakukan shalat ied tetap sah. (Fiqhus Sunnah, 1/320)

4. Tidak perlu disertai khutbah sesudah shalat. Syeikh Abdul Aziz Alu asy-Syeikh berkata:

أما صلاة العيد، إذا استمر الوضع القائم ولم تمكن إقامتها في المصليات والمساجد المخصصة لها، فإنها تصلى في البيوت بدون خطبة بعدها

“Terkait shalat Ied, bila kondisi (wabah) masih berlangsung serta shalat tidak mungkin dilakukan di tanah lapang dan masjid, maka ia bisa dilakukan di rumah tanpa khutbah sesudahnya.”

PENUTUP

Demikian penjelasan tentang pelaksanaan I’tikaf dan shalat Ied di masa wabah untuk menjadi panduan dalam menjalankan aktivitas ibadah. Hanya kepada Allah SWT kita memohon dan meminta perlindungan.

حسبنَا الله ونعم الْوكيل نعم الْمو ٰلى ونعم النَّصير

ولا حول ولا قوة إَِّلا ِبِلل العل ِي العظيِم

Jakarta, 17 Ramadhan 1441 H/ 10 Mei  2020 M
DEWAN SYARIAH PUSAT
PARTAI KEADILAN SEJAHTERA
ttd
DR. KH.SURAHMAN HIDAYAT, MA.
KETUA

Tak Juga Turunkan Harga BBM Justru Naikan Iuran BPJS, Anggota FPKS : Presiden Offside!

Jakarta (14/05) — Presiden Jokowo Widodo menaikkan Iuran BPJS Kesehatan di tengah Pandemik wabah corona. Lewat Perpres Nomor 64 Tahun 2020 yang ditandatangani Jokowi tentang Jaminan Kesehatan, keputusan kontroversial tersebut ditetapkan. Beleid yang ditandatangani pada Selasa (05/05/2020) merupakan perubahan Kedua atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018.

Anggota DPR RI dari Fraksi PKS, Saadiah Uluputty pun angkat bicara. Ia menyebut, keputusan menaikkan iuran BPJS tidak saja menabrak putusan Mahkamah Agung yang membatalkan usulan penetapan iuran BPJS sebelumnya, namun menampilkan wajah pemerintah sesungguhnya. Defisit nurani kepada wong cilik.

“Mahkamah Agung telah membatalkan Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan. Presiden malah menabrak putusan tersebut dengan menaikan iuran BPJS. Tanda jika wajah pemerintah saat ini defisit nurani”, kritik Anggota Komisi VII DPR, Saadiah Uluputty.

Sikap Presiden soal iuran BPJS tandas Saadiah, linier dengan sikap ambivalen terhadap harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Harga BBM yang harusnya diturunkan karena harga minyak mentah dunia saat ini rendah dan faktor pembentuk harga BBM sudah seharusnya mengalami penyesuaian. Harga BBM malah tidak turun – turun.

“Harga BBM yang seharusnya turun, tidak diturunkan. Kebijakan diperparah dengan menaikan iuran BPJS. Keputusan MA menolak usulan kenaian iuran BPJS malah tidak dianggap sama sekali oleh pemerintah. Presiden offside”, sebut Saadiah pada Kamis (14/05).

Kenaikan iuran BPJS detail Saadiah, semakin menambah daftar beban rakyat yang terpuruk di tengah wabah corona. Saat daya beli masyarakat semakin turun karena PHK dan kehilangan mata pencaharian, pemerintah malah menambah daftar gelisah wong cilik dengan menaikkan iuran BPJS.

“Negara harusnya hadir. Menampakkan solusi untuk menyelesaikan beban rakyat yang kian berat karena wabah covid. Buka menimpakan tambahan beban dengan kebijakan tak popular, menaikan harga BPJS. Rakyat semakin sesak menghadapi situasi demikian”, imbuh Aleg Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dari Dapil Propinsi Maluku.

Saadiah menyampaikan, secara tegas Mahkamah Agung menetapkan dalam keputusannya, kesalahan dan fraud dalam pengelolaan dan pelaksanaan program BPJS yang menyebabkan defisit tidak boleh dibebankan kepada rakyat dengan menaikan iuran kepesertaan. Apalagi dalam kondisi ekonomi global yang tidak menentu.

“Masalah defisit dana jaminan sosial yang digembar-gemborkan pemerintah diakibatkan oleh fraud dalam pengelolaan. Ini malah dipindahkan bebannya kepada rakyat. Rakyat sudah mensubsidi negara dengan membeli BBM mahal, sekarang rakyat dipaksa membayar iuran BPJS lebih mahal untuk menutupi dampak dari fraud dalam pengelolaan BPJS”, kata Saadiah menyesalkan.

Baik pandangan hukum maupun etis, menaikkan iuran BPJS adalah kebijakan yang minum empati terhadap rakyat.

“Tidak etis. Seharusnya memberi solusi, malah negara tidak hadir untuk memberi kepastian perlindungan bagi rakyat” sebut Saadiah.

Sumber pks.id

Kisah Kucing Kedinginan yang Diselamatkan Relawan PKS

Kota Tangerang – Di atas pagar, seekor anak kucing basah kuyup menggigil kedinginan. Dengan rasa cemas, anak kucing berwarna abu-abu itu hanya bisa menyaksikan orang-orang dievakuasi dengan perahu karet.

Entah sejak kapan, anak kucing itu bertahan di atas pagar bercat kuning itu. Orang-orang yang lalu lalang seolah tak mempedulikan raungan meong-meong yang tak berhenti memanggil.

Hingga Kamis (2/2/2020) siang, menjelang Dzuhur, enam relawan kemanusiaan menyisir gang-gang perumahan, melewati arus banjir dengan perahu karet. Saat mengevakuasi warga, salah seorang dari mereka mendengar suara meong-meong, dan mendapati seekor anak kucing yang kedinginan di atas pager.

Ia memutuskan melawan arus air berwarna kecoklatan setinggi dada orang dewasa, mendekati anak kucing malang itu. Kucing terlihat diangkat oleh relawan berbaju hijau lumut itu, dan mencoba menenangkannya dengan dielus-elus.

“Saat saya mengevakuasi orang terdengar suara meong-meong, setelah selesai menaikkan orang ke perahu karet saya kemudian merescue kucing yang kedingingan di pagar rumah warga,” kata Nanang, Relawan PKS Kota Tangerang ini.

Mungkin bagi sebagian manusia, kucing itu hanya binatang liar. Mereka sering dilempari, dipukul, ditendang, disiram air panas dan banyak hal buruk yang harus mereka alami hanya karena tak ada yang memiliki.

“Mereka tak memiliki apa-apa selain belas kasihan kita.Dan rasa prikebinatangan saya terpanggil untuk merescue,” ujar Ketua Bidang Kepanduan dan Olahraga (BKO) DPD PKS Kota Tangerang ini.

Ia menggunakan hati untuk memahami bahwa saat situasi bencana alam tidak hanya manusia yang perlu pertolongan, hewan perlu dievakuasi. Apalagi diantara besarnya pahala orang yang berbuat baik kepada hewan adalah seperti yang disebutkan dalam hadis, akan diampuni dosanya lantaran memberi minum anjing yang kehausan.

“Apalagi ini menolong jiwanya,” ungkapnya singkat.

Beberapa saat sebelumnya, banjir kembali melanda perumahan Pondok Bahar, Kota Tangerang. Setidaknya ratusan rumah penduduk terendam banjir setinggi dada orang dewasa, rasa khawatir yang berkecamuk menghantui warga pada awal tahun baru itu.

Dewan Pengurus Daerah (DPD) Kota Tangerang menerjunkan Relawan PKS yang terdiri dari tim medis dan tim rescue untuk membantu mengevakuasi warga dan mendistribusikan makanan.

Pelarungan ABK Indonesia oleh Kapal Cina, Netty: Investigasi Pelanggaran HAM Pekerja Indonesia di Laut

Jakarta (10/05) — Kasus pelarungan jasad Anak Buah Kapal (ABK) Indonesia oleh kapal ikan Cina di perairan Korea ditanggapi Anggota Komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani. Menurut Netty, pemerintah harus bertindak tegas mengusut tuntas kasus tersebut.

“Peristiwa ini memilukan sekali. Pemerintah harus bergerak cepat dan tegas mengusut kasus kematian tiga ABK dan pelarungan jenazah. Misalnya, apakah proses itu sudah memenuhi syarat dokumen perijinannya?” Kata Netty kepada Media, Ahad (10/05/2020).

Menurut Netty sampai saat ini belum ada perlindungan hukum bagi para ABK di luar negeri. Aturan yang digunakan adalah UU No.40/2007 tentang Perseroan Terbatas, UU No.17/2008 tentang Pelayaran, dan UU No.18/2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. Selain itu, menurut Netty, ada juga Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.35/2015 tentang Sistem dan Sertifikasi Hak Asasi Manusia Pada Usaha Perikanan.

“Sejauh ini regulasi hanya membahas perlindungan ABK di dalam negeri dan bersifat parsial. Padahal kasus pelanggaran HAM banyak terjadi juga di luar negeri. ABK sebagai bagian dari pekerja migran Indonesia, saya minta pemerintah untuk membuat aturan hukum yang komprehensif dan memberi perlindungan pada mereka,” pinta Netty.

“Apalagi dari berita yang beredar keluarga tidak pernah diberi tahu kalau mayat korban akan dilarung, ini tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Apakah keluarganya sudah diminta izin untuk melakukan pelarungan? Seharusnya proses pelarungan itu juga harus didokumentasikan secara detail baik dengan video maupun foto,” tambah Netty.

Diketahui, praktik pelarungan diatur dalam peraturan “Seafarer’s Service Regulations” ILO, Pasal 30. Jika ada pelaut yang meninggal saat berlayar, maka kapten kapal harus segera melaporkannya ke pemilik kapal dan keluarga korban. Tentu dengan memenuhi berbagai syarat terkait teknis dan proses pelarungan, serta pengawasan yang bertanggung jawab.

Netty menilai kasus yang dialami oleh ABK itu seperti fenomena gunung es, dimana banyak yang tidak terkuak di permukaan. “Misalnya, beberapa waktu lalu terjadi perkelahian ABK Indonesia dengan ABK lainnya di perairan Malaysia yang mengakibatkan dua ABK hilang di laut. Sekarang kita mendengar soal pelarungan jasad. Bukan mustahil kalau banyak terjadi kasus pelanggaran HAM terhadap ABK Indonesia di lautan. Ini harus jadi perhatian pemerintah,” tandas Netty.

Selain potret pelarungan, dunia ABK terutama di kapal asing sarat akan dugaan eksploitasi. Politisi PKS ini menambahkan, “Seperti pengakuan ABK yang selamat, mereka dipaksa berdiri dan bekerja selama 18 jam, bahkan ada yang sampai 30 jam. Saya meminta pemerintah melalui kementerian dan lembaga terkait untuk segera merespons dan membentuk tim untuk mengusut kasus ini hingga tuntas. Jangan sampai hal ini mencoreng marwah bangsa, sebagai bangsa maritim yang unggul. Jangan sampai ada lagi eksploitasi atas nama apapun di belahan dunia manapun,” tandas Netty.

Rayakan Ultah PKS, Sohibul Iman Kritik Pemerintah soal Penanganan Wabah Corona

Jakarta — Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mohamad Sohibul Iman menyoroti penanganan wabah virus corona oleh pemerintah dalam pidatonya di acara Orasi Kebangsaan dan Kemanusiaan Milad ke-22 PKS, Rabu (22/4).

“Yang pertama adalah kemampuan kita sebagai bangsa dalam mengelola pandemi Covid-19 ini akan menentukan rute sejarah bangsa Indonesia di masa mendatang. Cara pandang kita melihat pandemi Covid-19 ini akan menentukan sikap dan respon kita dalam mengelolanya,” ujar Sohibul.

“Jika kita memandang pandemi Covid-19 sebagai krisis besar yang membahayakan masa depan bangsa Indonesia maka kita akan sangat serius mempersiapkan diri dan memberikan respon kebijakan yang cepat, tepat dan akurat, juga sebaliknya,” imbuh Sohibul.

Lambannya respons pemerintah saat ini, salah satunya karena tidak mampu melakukan testing secara massif, telah memunculkan kekhawatiran di mata dunia internasional.

“WHO bahkan secara terbuka memperingatkan kepada Pemerintah Indonesia akan ada kemungkinan terburuk bahwa Indonesia berpotensi menjadi episentrum baru wabah Pandemi Covid-19 di Asia. Peringatan ini harus jadi intropeksi bagi pemerintah dan kita semua,” jelas Sohibul.

Selain itu, menurut Sohibul, poin kedua adalah terkait pengelolaan ekonomi di mana bangsa ini harus memiliki kesamaan pandang bahwa keberhasilan atau kegagalan yang didapat dalam memitigasi pandemi Covid-19 akan sangat menentukan nasib perekonomian nasional.

“Jangan pernah beranggapan bahwa warga negara yang meninggal dan terinfeksi sebagai biaya dari krisis. Apalagi jika itu dianggap sebagai biaya dari pemulihan ekonomi. Pemulihan ekonomi akan sejalan dan seiring dengan keberhasilan kita menyelamatkan nyawa warga kita. Selamatkan wekonomi Indonesia dengan menyelamatkan warga bukan dangan mengorbankan warga!” tegas Sohibul.

Sohibul sangat menyayangkan respons pemerintah yang justru berkebalikan. Pemerintah lebih memilih kepentingan-kepentingan ekonomi diatas kepentingan penyelamatan nyawa warganya.

Hal ini terlihat dari kebijakan Perppu Nomor 1 tahun 2020 tentang kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan dalam Menagani Covdid-19 yang ternyata lebih diperuntukkan menangani dampak Covid-19 terhadap ekonomi daripada menekan penyebaran wabah itu sendiri.

Kebijakan lainnya dalam perubahan postur APBN 2020 yang lebih banyak digunakan sebagai stimulus ekonomi untuk mengantisipasi dampak ekonomi akibat pandemi bukan untuk memitigasinya.

“Di sinilah letak gagal paham pemerintah dalam menangani wabah pandemi Covid-19,” sesal Sohibul.

Catatan ketiga yang disampaikan Sohibul adalah soal penataan demokrasi yang merupakan suatu titik balik penting. Fakta menunjukkan, seringkali krisis membuka dua kemungkinan, yaitu jatuhnya pemerintahan yang otoriter dan lahirnya pemerintahan yang demokratis atau sebaliknya bangkitnya pemerintahan yang otoriter dan matinya demokrasi.

“Para pendiri Republik ini telah memilih jalan demokrasi sebagai sistem politik di Indonesia. Dalam analisis kami Perppu No.1 tahun 2020 memberi jalan terbuka bagi lahirnya pemerintahan otoriter. Atas nama penyelamatan ekonomi Perppu tersebut memberi legitimasi benih-benih otoritarianisme melalui perundang-undangan,” tandas Sohibul.

Tiga catatan yang Sohibul uraikan dalam orasinya merupakan sikap yang ingin ia tegaskan bahwa PKS tetap berada dalam semangat #PKSKokohBersatuMelawanCorona meskipun diluar pemerintahan.

“Catatan ini agar ada check and balance sehingga tata kelola pemerintahan semakin efektif dan berada dalam ketetatanegaraan yang benar serta menjamin berjalannya demokrasi,” ujar Sohibul.

Sengkarut Program Jaring Pengaman Sosial, Saatnya Presiden Turun Orkestrakan Semua Lini

Jakarta (7/5) – Pemerintah mengalokasikan 110 rupiah untuk program Jaring Pengaman Sosial dalam penanggulangan Covid-19 agar masyarakat tetap bisa memenuhi kebutuhan pokoknya. Apakah program ini telah tepat sasaran? “Program ini telah gagal memenuhi tujuannya,” lugas Enny Sri Hartati, Peneliti Senior Institute of Development and Financial (INDEF) dalam Diskusi Daring bertajuk Menakar Program Jaring Pengaman Sosial Pemerintah di Tengah Pandemi Covid-19 yang diselenggarakam NP Center, Kamis, (7/5).

“Kegagalan tersebut terjadi karena pemerintah terlambat. Terlambat mengantisipasi, terlambat melawan dan terlambat mitigasi pandemi Covid-19,” sesal Enny.

Hal senada disampaikan Netty Prasetiyani, Ketua Tim Covid-19 F-PKS DPR RI yang menilai respon lambat pemerintah ini kemudian menghasilkan banyak dampak sosial di masyarakat seperti kemiskinan, pengangguran, kejahatan, hingga kekerasan.

Selain itu, lanjut Netty, banyak sengkarut dalam program JPS. “Sengkarut data penerima bantuan, bermasalah dalam proses pendistribusiannya, persoalan kebijakan yang berubah-ubah hingga muncul program aneh Kartu Pra Kerja serta program listrik gratis yang ternyata tidak bisa dinikmati masyarakat kelas bawah,” katanya dalam forum yang sama.

Soal sengkarut data penerima bantuan disoroti oleh kedua narasumber yang menilai sebagai persoalan koordinasi dan integrasi antar instansi yang tidak kunjung usai.

“Pemerintah menggunakan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial sebagai basis data pembagian bantuan, tetapi kemudian jajaran RT dan RW diinstruksikan melakukan pendataan pembaharuan. Hasilnya ada perbedaan data yang menjadi akar permasalahan baru, yaitu data tidak sinkron dan atau data membengkak karena pertambahan jumlah masyarakat kelas bawah sebagai imbas pandemik. Konflik di masyarakat pun terjadi karena bantuan dinilai tidak tepat sasaran serta jumlah bantuan yang ada tidak mencukupi kebutuhan,” papar Netty.

Berdasarkan penelitian INDEF, kata Enny, dalam triwulan pertama 2020, telah terjadi penurunan konsumsi rumah tangga di kalangan masyarakat bawah hingga 43 persen. Ini artinya kemampuan daya beli mereka sudah sangat drop. Berbeda dengan kelompok atas yang tidak terpengaruh dan kelas menengah yang relatif masih bisa makan tabungan. Jadi, kondisi kelas bawah ini memprihatinkan sekali. Jika JPS gagal, maka hidup mereka berada di dua pilihan: meninggal karena Covid-19 atau meninggal karena kelaparan,” paparnya.

Oleh karena itu, kata Netty, “Jangan sampai pemerintah menjadikan tubuh orang miskin sebagai legalisasi pencairan anggaran bansos, namun dalam pelaksanaannya mereka justru tidak mendapatkan bantuan tersebut,” sindirnya.

Netty dan Enny sepakat bahwa anggaran 110 triliun gagal melindungi masyarakat “Banyak ditemukan pelanggaran pada perencanaan dan pelaksanaannya. Sebut saja penentuan vendor kartu Pra Kerja yang cacat dan tidak tepat sasaran, pendataan yang buruk, sampai distribusi yang menimbulkan gesekan di masyarakat,”tegas Netty.

Kerawanan bantuan sosial ini terjadi karena adanya conflict of interest karena alasan politis. “Kepentingan politik dapat saja membuat sesuatu dikemas media menjadi baik dan lancar. Tapi persoalan ekonomi tidak bisa dibaca dari data-data distribusi bantuan. Selama secara riil rakyat kesulitan, rakyat menjerit, rakyat kelaparan, betapa pun bagus data statistiknya, tetap saja program dinilai gagal,” tandas Enny.

Oleh karena itu, sebagai kesimpulan diskusi, Netty dan Enny menyepakati untuk dilakukan beberapa upaya perbaikan program JPS. Tujuannya, agar anggaran JPS sebagai hasil realokasi dan refocusing APBN ini sesuai dengan namanya: melindungi dan menyelamatkan hidup rakyat Indonesia dari imbas pandemi Covid-19.

Pertama, kata Enny, pastikan pengawasan dilakukan dengan benar. “Tidak cukup lagi pengawasan dari DPR RI, DPRD, atau Aparat Penegak Hukum. Harus pengawasan melekat. Misalnya, penggunaan label penanda penerima bansos, dalam kondisi tidak normal saat ini adalah sebuah alternatif terobosan yang bisa dilanjutkan. Jadi kalau ada orang mampu menerima bantuan, dia mesti malu saat rumahnya ditempeli label bansos,” kata Enny.

Libatkan juga masyarakat sipil yang selama ini tanpa komando pemerintah sudah turun bergotong royong membantu warga terdampak, katanya.

Netty mengingatkan perlunya koordinasi dan integrasi antar instansi juga pusat dan daerah sebagai langkah kedua. “Harus satu kata dan wacana. Jangan saling silang pernyataan yang membuat rakyat bingung, bahkan marah,” tandas Netty.

Ketiga, Enny menyarankan agar dilakukan refocusing skema JPS. “Kalau bicara siap tidak siap, tidak ada negara yang siap dengan serangan Covid-19. Bicara cukup atau tidak cukup, kita tidak akan tahu apakah mencukupi atau tidak. Sebab kita juga tidak tahu, ini sampai kapan. Pasti berat,”katanya.

Oleh karena itu, lanjut Enny, dari alokasi yang tersedia, fokus saja pada program penyelesaian akar persoalan, yaitu masalah penanganan kesehatan. “Setelah itu, pastikan rakyat bisa survival dengan jaminan kebutuhan pokok. Ini tugas utama negara. Skema program ekonomi akan percuma saja jika dua hal utama tadi masih belum diselesaikan,” tandasnya.

Sebagai langkah keempat, Enny meminta agar stuktur Gugus Tugas Covid-19 ditinjau ulang. “Beban Ketua BNPB terlalu berat. Harus ada pemilahan dan pembagian tugas sesuai bidang penanganan,” ujarnya.

Menariknya dalam diskusi ini mencuat keinginan narasumber dan peserta agar semua pihak mengesampingkan ego sektoral, meniadakan dikotomi pusat daerah serta dikotomi koalisi oposisi. “Saatnya kita bersatu, bangun gotong royong dan kebersamaan dan gerakkan seluruh masyarakat untuk terlibat dalam penanganan Covid-19. Ini adalah tanggung jawab negara, tanggung jawab Presiden sebagai pemegang otoritas eksekutif tertinggi. Saatnya Presiden memimpin orkestra simponi JPS ini dengan baik. Terintegrasi setiap sektor dan jenjangnya serta memastikan bebas dari moral hazard,” ujar Netty.